Senin, 13 Februari 2012

REVISI BAB II

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Bahasa Jepang dan bahasa Jawa merupakan dua bahasa yang tidak serumpun, meskipun sama-sama memiliki undak-usuk tetapi secara tipologi bahasa berbeda. Hal-hal yang menjadi perbedaan yang mendasar dari kedua bahasa tersebut selain masalah huruf (Kanji, Hiragana, Katakana dalam bahasa Jepang) juga masalah pada hukum/aturan dan susunan kalimat. Misalnya: susunan kalimat bahasa Jepang menggunakan pola S-O-P (Subjek, Objek, Predikat). Sedangkan bahasa Jawa menggunakan pola S-P-O (Subjek, Predikat, Objek). Begitu juga struktur frasa bahasa Jepang berpola MD (Menerangkan-Diterangkan) dalam berbahasa Jawa berpola DM (Diterangkan-Menerangkan).
Undak-usuk merupakan variasi bahasa yang perbedaan-perbedaanya ditentukan oleh anggapan penutur tentang relasinya dengan mitra tutur. Tingkat tutur (undak-usuk) merupakan variasi bahasa yang pemakaiannya didasarkan pada tingkat-tingkat kelas atau status sosial interlokutornya (Suwito, 1983:25). Dengan undak-usuk semacam itu, maka sebelum seseorang mengungkapkan bahasanya ia harus menyadari lebih dulu posisi sosialnya terhadap mitra wicara.
Pemakaian bahasa dikontrol oleh faktor-faktor yang bersifat sosial dan situasional. Berbagai jenis variasi bahasa seperti ragam bahasa formal/nonformal laras tutur (speech level), register, dialek, sosiolek, kronolek dan sebagainya yang berlatar belakang konteks sosial dan hubungan struktur kemasyarakatan dengan wujud bahasa menjadi kajian sosiolinguistik. Misalnya dalam sosiolinguistik dalam hal ini khususnya sosiolinguistik bahasa Jawa, seseorang yang yang memiliki status sosial yang tinggi (krama) kepada mitra wicaranya yang memiliki status sosial lebih rendah akan memberikan laras tutur, yang lebih rendah (ngoko).
Dalam berbicara undak-usuk bahasa pasti ada kaitannya dengan unggah-ungguh basa. Unggah-ungguh basa adalah sopan santun dalam berbahasa Jawa. Unggah-ungguh basa berujud tingkatan-tingkatan dalam tutur bahasa. Masing-masing tingkatan dibentuk oleh penutur, semata-mata hanya dimaksudkan terhadap siapa penutur itu berbicara, bukannya terhadap orang lain di luar lawan bicara. (Sudaryanto, 1993:273).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem undak-usuk dalam bahasa Jepang dan bahasa Jawa berbeda. Misalnya: Teineigo/ragam sopan dalam bahasa Jepang dipakai untuk menyatakan rasa hormat dan memperindah suatu pokok pembicaraan agar terdengar lebih enak dan halus, tanpa memperhatikan derajat sosial, umur, ataupun tingkat kekerabatan pembicara terhadap mitra wicara, umumnya ragam ini banyak dipakai oleh kaum perempuan. Padanan teineigo ini dalam bahasa Jawa adalah ragam krama, padahal krama dalam bahasa Jawa sangat dipengaruhi oleh derajat sosial, umur atau tingkat kekerabatan, hal inilah terkadang yang membuat bingung para pembelajar, bahkan sering terjadi kesalahan dalam pemilihan padanan dalam bahasa sasaran. Selain itu, dalam bahasa Jawa tidak ada perbedaan antara bahasa laki-laki dan perempuan. Dari perbedaan undak-usuk tersebut penelitian secara kontrastif perlu dilakukan.

2.2 Metode

Dalam suatu penelitian pasti akan membicararakan suatu metode atau teknik tertentu. Metode atau teknik digunakan untuk menunjukkan dua konsep yang berbeda tetapi berhubungan langsung dengan satu dengan yang lain. Kata metode dan teknik sama-sama memiliki arti ‘’cara’’ dalam suatu upaya. Kata metode berasal dari bahasa Sansekerta metodos yang berarti ‘’cara’’. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode. (Sudaryanto, 1993:9).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kontrastif yang meliputi pengumpulan data, analisis data dan perbandingan hasil analisis data atau juga dikenal dengan sebutan analisis kontrastif, yaitu metode sinkronis dalam analisis bahasa untuk menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang dijabarkan dalam masalah praktis (Kridalaksana, 1982:11).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode distribusional dalam tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap penganalisisan data dan tahap penyajian data (Sudaryanto,1993:5-7). Metode kajian distribungsional menggunakan alat penentu unsur bahasa itu sendiri. Metode distribungsional memakai alat penentu di dalam bahasa yang diteliti. Metode ini berhubungan erat dengan paham strukturalisme de Saussure (1916), bahwa setiap unsur bahasa berhubungan satu sama lain, membentuk satu kesatuan padu (the whole unified). Metode distribungsional ini sejalan dengan penelitian deskriptif dalam membentuk perilaku data penelitian. (Fatimah, 2006:69).
Penelitian ini bersifat kontrastif. Penelitian ini mengkaji dan menganalisis data secara objektif berdasarkan fakta nyata yang ditemukan dan kemudian memaparkannya secara deskriptif. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis kontrastif terdiri dari atas dua tahap yaitu penjabaran dan perbandingan yang meliputi pengumpulan data, dan perbandingan hasil analisis data. Analisis dilakukan secara terpisah dimana bahasa Jepang dan bahasa Jawa diamati dari sudut pandang pendekatan masing-masing bahasa lalu diperbandingkan untuk menemukan perbedaan bentuk bahasa dan makna bahasa yang menjadi ciri khas bahasa yang bersangkutan. Dengan metode analisis kontrastif secara khusus dilakukan perbandingan antara bahasa Jepang dan bahasa Jawa yang menghasilkan sejumlah fakta berupa persamaan dan perbedaan antara undak-usuk bahasa Jepang dan bahasa Jawa.

2.3 Kerangka Teori

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang digunakan untuk membimbing dan memberi arahan dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.
Kata ‘’kontrastif dan komparatif mempunyai komponen makna yang sama ataupun mirip yakni perbandingan. Dua kata yang bersinonim itu setelah menjadi istilah-istilah khusus, mengandung pengertian yang secara tegas berbeda. Kata kontrastif mengandung pengertian pembandingan bahasa-bahasa yang tidak serumpun sedangkan komparatif mengandung pengertian pembandingan bahasa-bahasa yang serumpun. Linguistik komparatif bersifat diakronik, sedangkan analisis kontrastif cenderung bersifat deskriptif yakni sinkronik.

2.3.1 Pengertian Linguistik Kontrastif

Kata kontrastif berasal dari perkataan Contrastive yaitu keadaan yang diturunkan dari kata kerja to contras artinya berbeda atau bertentangan. Dalam The American Collage Dictionary terdapat penjelasan sebagai berikut, ‘’Contras: to set in opposition in order to show unlikeness, compare by observing differences. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan istilah linguistik kontrastif adalah ilmu bahasa yang meneliti perbedaan-perbedaan, ketidaksamaan-ketidaksamaan yang terdapat pada dua bahasa atau lebih yang tidak serumpun.
Linguistik kontrastif (対照言語学taishou-gengogaku) yang disebut linguistik bandingan merupakan kajian linguistik yang bertujuan untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dua bahasa yang berbeda. Pendeskripsian persamaan dan perbedaan tersebut, akan bermanfaat untuk pengajaran kedua bahasa, sebagai bahasa ke-2 (bahasa asing). Misalnya: dengan dideskripsikannya persamaan dan perbedaan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang secara jelas dan lengkap, akan membantu dalam pengajaran bahasa Indonesia untuk orang Jepang, atau pengajaran bahasa Jepang untuk orang Indonesia. Karena, sekurang-kurangnya kesalahan berbahasa (誤用goyou) akibat pengaruh bahasa ibu (母語干渉bogo-kanshou) pada pembelajar kedua bahasa tersebut akan dapat dikurangi, bahkan bisa dihilangkan (Dedi Sutedi, 2003:190).

2.3.2 Pengertian Linguistik Komparatif

Linguistik historis komparatif merupakan cabang ilmu dari ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut, serta lebih menekankan teknik penelusuran ke dalam pra sejarah bahasa.
Linguistik komparatif atau linguistik bandingan, merupakan suatu cabang dari ilmu bahasa (linguistik) yang berusaha untuk meletakkan dasar-dasar pengertian tentang perkembangan dan kekerabatan antara bahasa-bahasa di dunia dan mencoba menemukan unsur-unsur pengaruh timbal balik dalam sejarah. Dalam kaitannya membandingkan dua bahasa diperlukan juga adanya linguistik bandingan tripolis, yakni cabang linguistik bandingan yang secara sistematis mempelajari hubungan antara bahasa-bahasa melalui salah satu ciri yang utama dalam bentuk atau struktur yang sama-sama dimilikinya. (Keraf, 1990:2).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar