1.1
Latar Belakang
Bahasa memiliki keterikatan terhadap
manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa, berbeda maksud dan
pikiran oleh penutur, maka berbeda pula bentuk dan tata bahasa yang digunakan
dalam menyampaikan maksud dan pikiran tersebut kepada lawan bicara. Ketika kita
menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara
lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita
maksud, tiada lain karena dia memahami makna (imi) yang dituangkan
melalui bahasa tersebut (Sutedi, 2003 : 2). Untuk dapat mengerti makna dari
bahasa tersebut, maka dibutuhkan bahasa yang sama-sama di mengerti oleh penutur
maupun pendengar.
1.2 Tipologi Bahasa Jepang
Bahasa Jepang dapat dikatakan
sebagai bahasa yang kaya dengan huruf tetapi miskin dengan bunyi, karena hanya
memiliki lima buah vokal dan beberapa buah konsonan yang diikuti vokal tersebut
dalam bentuk suku kata terbuka. Jumlah suku kata (termasuk bunyi vokal) dalam
bahasa Jepang hanya 102 buah, tidak ada suku kata tertutup atau yang diakhiri
dengan konsonan kecuali bunyi [N]. Untuk menyampaikan bunyi yang jumlahnya
terbatas tadi (102 bunyi) digunakan empat macam huruf, yaitu: 1. Huruf
Hiragana; 2. Huruf Katakana. 3. Huruf Kanji dan 4. Huruf Romaji. Huruf Hiragana
dan Katakana sering disebut juga huruf Kana. Hiragana digunakan untuk menulis
kosakata bahasa Jepang asli, apakah secara utuh atau digabungkan dengan huruf
Kanji. Huruf Katakana digunakan untuk menulis kata serapan dari bahasa asing
(selain bahasa Cina). Jumlah huruf Hiragana dan Katakana masing-masing 46 huruf
dan dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu sehingga dapat membentuk
bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing menjadi 56 bunyi. Huruf-huruf
tersebut berbentuk suku kata, sehingga bunyi total bahasa Jepang kurang lebih
hanya 102 suku kata. Huruf Kanji berasal dari Cina, yang jumlahnya cukup
banyak. Huruf Kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri
sendiri,ada juga yang digabung dengan huruf Kanji lainnya atau diikuti dengan
huruf Hiragana. Huruf Kanji dalam bahasa Jepang ada dua macam cara membacanya,
yaitu: (1) ala Jepang (kun-yomi) dan
(2) ala Cina (on-yomi). Sedangkan
huruf terakhir adalah Romaji atau huruf Alfabet (latin). (Sutedi, 2003 : 7-9).
1.3.
Tipologi Morfologis
Istilah morfologi dalam bahasa Jepang
disebut keitairon. Morfologi adalah
ilmu yang mengkaji tentang kata dan pembentukannya. Koizumi (1993: 89)
mengatakan: 形態論は語形の分析が中心となる。Ketairon wa gokei no bunseki
ga chusin to naru.
‘ Morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’.
Tipologi morfologis yang menghasilkan tiga tipe bahasa, yaitu bahasa isolatif,
bahasa aglutinatif, dan bahasa fleksi.
1.
Bahasa isolatif, yaitu bahasa yang dalam
menyatakan hubungan gramatikalnya dinyatakan dan bergantung pada urutan kata,
sedangkan bentuk katanya tidak mengalami perubahan bentuk kata secara
morfologis melainkan perubahan yang ada hanya karena perbedaan nada. Dan
kata-katanya sering terdiri dari satu morfem
2.
Bahasa aglutinatif, yaitu bahasa yang
kata-katanya dapat dibagi dalam morfem-morfem tanpa kesulitan. Juga hubungan
gramatikalnya dah struktur katanya dinyatakan dengan kombinasi unsur-unsur
bahasa secara bebas. Dalam tipe ini, pembentukan kata dapat dilakukan dengan
afiksasi (pembentukan kata melalui pengimbuhan), komposisi (pembentukan kata
melalui pemajemukan), dan reduplikasi (pembentukan kata melalui pengulangan).
3.
Bahasa fleksi, yaitu bahasa yang
hubungan gramatikalnya tidak dinyatakan dengan urutan kata, tetapi dinyatakan
dengan infleksi. Bahasa yang bertipe fleksi struktur katanya terbentuk oleh
perubahan bentuk kata. Ada dua macam perubahan bentuk kata dalam bahasa tipe
ini, yaitu dengan deklinasi dan konjugasi. Deklinasi adalah perubahan bentuk
kata yang disebabkan oleh jenis, jumlah, dan kasus. Konjugasi adalah perubahan
bentuk kata yang disebabkan oleh perubahan persona, jumlah, dan kala.
1.4 Proses Morfologis
Kata
terbentuk dari morfem atau morfem-morfem. Terbentuknya kata dari morfem-morfem
itu melalui suatu proses yang disebut proses morfologik atau morfemik. Jadi,
proses morfologi adalah proses terbentuknya kata dari morfem-morfem. Pada
umumnya dikenal delapan proses morfologik, yaitu:
1.
Derivasi
Derivasi
adalah proses morfologis yang menghasilkan kata-kata yang makna leksikalnya
berbeda dari kata pangkal pembentuknya. Yaitu afiksasi yang menurunkan kata
atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu. Derivasi
menghasilkan kata baru dari suatu kata dasar, yang kadang-kadang mengubah kelas
kata seperti perubahan noun menjadi verb
2.
Afiksasi
Dalam
proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks. Dengan kata lain, afiksasi
adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini
dapat bersifat inflektif dan dapat pula derivatif. Dilihat pada posisi
melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks,
konfiks, interfiks, dan transfiks. Di samping itu masih ada istilah ambifiks dan
sirkumfiks.
Proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima, yaitu
a.
Prefiks
Prefiks
dalam bahasa jepang disebut dengan settouji. Koizumi (1993 : 95)
mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan
kata dasar atau gokan. Bahasa Jepang memiliki ragam hormat yang disebut
dengan keigo. Keigo adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada
suatu pembicaraan untuk menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara pernyataan
bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh pembentukan
kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/
b.
Sufiks
Sufiks
dalambahasa Jepang disebut dengan setsubiji. Koizumi (1993:95)
mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang ditambahkan
dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa Jepang adalah berbentuk
sufiks.
c. Infiks
Dalam
bahasa Jepang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi (1993 : 95) mengatakan setsuchuji
adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata atau gokan.
d.
Kombinasi Afik
Kombinasi afiks adalah kombinasi
dari dua afiks atau lebih yang dilekatkan pada dasar kata, oleh karena verba
bahasa Jepang adalah polimorfemik, maka proses afiksasi dengan kombinasi afiks
pada proses kedua akan melekat pada morfem jadian.
e. Partikel Afiks
Partikel afiks ialah satuan
terkecil yang diletakan pada penanda akhir dan dasar kata. Partikel berfungsi menegaskan
kata yang ada di depannya.
3.
Reduplikasi
Dalam
proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan beberapa macam proses
pengulangan terhadap bentuk dasar , baik secara keseluruhan, sebagian
(parsial), maupun dengan perubahan buyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan
adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi
sebagian, seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan
bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Selain itu, ada juga yang
dinamakan dengan reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk
kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk
dasarnya yang diulang.
4.
Komposisi
Dalam proses ini dua leksem atau
lebih berpadu dan outputnya adalah paduan leksem atau kompositum dalam tingkat
morfologi atau kata majemuk dalam tingkat sintaksis. Komposisi terdapat dalam
banyak bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya lalu lintas, daya juang, dan
rumah sakit.
Menurut Koizumi (1993:109)
komposisi adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai
variasi.
5.
Perubahan vokal
Dalam
proses ini terjadi perubahan vokal-vokal pada kata, seperti kata dalam bahasa
Inggris foot---feet dan mouse---mice.
Proses morfologis bahasa Jepang adalah apabila
dua buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua
morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan cara 「付加’fuka’」atau penambahan, 「消除’kejo’」atau
penghapusan, 「重複‘jufuku’」atau penambahan dan 「ゼロ接辞’zero setsuji’」atau
imbuhan kosong. Sedangkan morfem adalah potongan
terkecil dari kata yang memiliki arti. Potongan kata atau morfem tersebut ada
yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak atau berbentuk terikat pada
morfem lain.
Koizumi dalam Situmorang membagi morfem
menjadi empat, yaitu
a.Morfem Dasar (形態素)
Morfem dasar adalah bagian
kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah morfem atau lebih dalam
proses morfologis.
b.Morfem Terikat (結語形態)
Morfem terikat adalah morfem yang
ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar. Morfem ini tidak memiliki
arti apabila berdiri sendiri
c.Morfem Berubah (異形態)
Morfem berubah adalah morfem
yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukan
kata, baik morfem dasar maupun morfem terikat berubah bunyinya apabila
diikatkan satu sama lain.
d. Morfem Bebas (自由形態)
Morfem bebas adalah morfem
yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses morfologis.
Proses morfologis verba bahasa Jepang terdapat rumusan
sebagai berikut:
1. Keduanya morfem
bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem terikatnya adalah bebas.
Contoh
たべ+ない /tabe-/ + /-nai/
2. Kata dasarnya morfem bebas kemudian diikuti oleh morfem
terikat.
Contoh
いけ+ば/ik-/ + /-eba/
3. Kata dasarnya morfem terikat dan diikuti oleh morfem
bebas.
Contoh
こ+ない /k-/ + /-onai/
Dalam morfologi verba bahasa
Jepang, terdapat ’gokan’ dan ’gobi’. Koizumi (1993: 95)
mengatakan ’gokan’ adalah morfem yang maknanya terpisah dengan jelas.
Sutedi (2003:43) menambahkan bahwa ’gokan’ adalah morfem yang menunjukan
makna aslinya. Sedangkan ’gobi’ menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem
yang menunjukan makna gramatikalnya. Morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut
dengan 「助動詞’jodoshi’」arti
kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi
ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih
cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi
makna atau arti pada dasar verba. Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/
terdiri dari dua bagian, yaitu /kak-/ yang tidak mengalami perubahan disebut
dengan gokan atau akar kata, dan bagian belakang /-u/ yang mengalami
perubahan disebut dengan goki.
1.5 Konjugasi Bahasa Jepang
Konjugasi verba
bahasa Jepang secara garis besar ada enam macam antara lain :
1.
Mizenkei
(未然形) yaitu perubahan
bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk
maksud (OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SASERU).
2.
Renyoukei (連用形) yaitu perubahan bentuk verba yang
mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk
lampau (bentuk TA).
3.
Shuushikei
(終止形) yaitu vera bentuk
kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.
4.
Rentaikei
(連体形) yaitu verba
(bentuk kamus) yanf digunakan sebagai modifikator.
5.
Kateikei
(仮定形) yaitu perubahan
verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).
6.
Meireikei
(命令形) yaitu perubahan
verba ke dalam bentuk perintah.
Berikut ini adalah tabel perubahan
verba dalam penggunaan berbagai konjugasi :
Verba
|
Arti
|
Mizenkei
|
Renyoukei
|
Shuushikei
|
Rentaikei
|
Kateikei
|
Meireikei
|
I
書く
Ka-ku
|
Menulis
|
書かない
Ka-kanai
書こう
Ka-kou
書れる
Ka-kereru
書せる
Ka-seru
|
書きます
Ka-kimasu
書いて
Ka-ite
書いた
Ka-ita
|
書く
Ka-ku
|
書く
Ka-ku
|
書けば
Ka-keba
|
書け
Ka-ke
|
II
食べる
Ta-beru
|
Makan
|
食べない
Ta-benai
食べよう
Ta-beyou
食べられる
Ta-berareru
食べさせる
Ta-besaseru
|
食べます
Ta-bemasu
たべて
Ta-bete
たべた
Ta-beta
|
食べる
Ta-beru
|
食べる
Ta-beru
|
食べれば
Ta-bereba
|
食べ
Ta-be
|
III
くる
Ku-ru
|
Datang
|
こない
Ko-nai
こよう
Ko-you
これる
Ko-reru
こさせる
Ko-saseru
|
きます
Ki-masu
きて
Ki-te
きた
Ki-ta
|
くる
Ku-ru
|
くる
Ku-ru
|
これば
Ko-reba
|
こい
Ko-i
|
Dari
tabel di atas, bisa diketahui bahwa adanya perbedaan pembatas morfem dalam
setiap bentuknya karena menggunakan dua jenis huruf yang berbeda (kanji dan
hiragana). Jika analisis morfemnya mengacu pada penggunaan huruf Jepang
merupakan suatu silabis atau suku kata, lain halnya dengan mengacu pada huruf
Alfabet.
Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003:
50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan
semakin jelas. Huruf alphabet yang dimaksud yaitu menggunakan system Jepang
(nihon-shiki) atau system kunrei, bukan mengacu kepada system Hepburn.
Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei
dan rentaikei kedua-duanya merupakan verba bentuk kamus, yaitu
bentuk yang tercantum dalam kamus. Perbedaannya shuushikei digunakan
diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan rentaikei berfungsi
untuk menerangkan nomina yang mengikutinya (sutedi 2003: 48- 49). Perubahan
verba ke dalam bentuk TE dan TA yang mengalami proses `onbin'
<euphony>, ‘onbin’ adalah perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh
bunyi yang mengapitnya. Untuk verba kelompok I bisa diklasifikasikan seperti
berikut.(Sutedi 2003:53-54)
a.
Sokuonbin (促音便) yaku
terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem keduanya
berupa suku kata {i, ri, ti} serta {ki}. Atau jika bermula dari verba bentuk
kamus, setiap verba yang berakhiran suara/huruf U, TSU, RU (う、つ、る) serta KU (く) pada verba iku <pergi>
akan berubah menjadi TTE (って).
b.
I-onbin(イ音便) yajtu terjadi pada ren-youkei (bentuk
MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata {ki, gi} menjadi {ite,
ide}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran
bunyi/huruf KU, GU (く,ぐ ) berubah menjadi ITE, IDE (いて、いで).
c.
Hatsuonbin terjadi pada ren-youkei (bentuk
MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata { mi, ni, bi}
menjadi {nde}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang
berakhiran bunyi/huruf MU, NU, BU ( む、ぬ、ぶ) berubah menjadi NDE (んで).
1.6 Kedudukan Morfologi dalam Linguistik
Kedudukan morfologi (keitaron) merupakan salah satu dari cabang ilmu linguistik. Pendapat
tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41) yang mengatakan bahwa
morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan
proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata ( 語・単語
‘go/tango’) dan morfem 「形態素 ‘ketaiso’」.
Sutedi (2003: 41) juga mengatakan morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang
memiliki makna dan tidak bisa di pecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih
kecil lagi. Koizumi (1993:91) mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil
dari kata yang mempunyai arti. Koizumi (1993:93) membagi morfem
berdasarkan bentuk menjadi dua, yaitu:
1. 自由形 ’jiyuukei’ atau Bentuk
bebas : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara tunggal (berdiri sendiri).
2. 結合形’ketsugoukei’ Bentuk terikat : morfem yang biasanya
digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).
Sutedi (2003:43) juga mengatakan kata yang bisa berdiri
sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal disebut morfem bebas. Sedangkan
kata yang tidak bisa berdiri sendiri dinamakan morfem terikat. Menariknya dalam
bahasa Jepang, lebih banyak morfem terikatnya daripada morfem bebasnya. Ada
beberapa istilah yang berhubungan dengan morfologi bahasa Jepang, diantaranya
morfem (keitaiso), Sutedi (2003: 44-45)
berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem
terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, yaitu morfem isi dan
morfem fungsi.
Morfem isi 内容形態素 naiyoukeitaiso adalah
morfem yang menunjukkan makna aslinya. Seperti: nomina, adverbia, dan gokan
dari verba atau adjektiva. Sedangkan morfem fungsi 機能形態素 kinoukeitaiso adalah morfem morfem yang
menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau
adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitaiso).
Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan
isinya menjadi dua yaitu
1. Akar kata (語幹‘gokan’): morfem yang memiliki arti
yang terpisah (satu per satu) dan kongkrit.
2.
Afiksasi (接辞‘setsuji’): morfem yang menunjukkan
hubungan gramatikal.
Dapat diketauhi, dalam pembentukan
kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat
bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan
isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya.
Hasil dari pembentukan kata dalam
bahasa Jepang sekurang-kurangnya ada 4 macam, yaitu
1. Haseigo
Kata yang terbentuk dari
penggabungan naiyou-keitaiso dengan setsuji disebut haseigo ‘kata jadian’.
Proses pembentukannya bisa dalam bentuk settouji+morfem isi atau morfem
isi+setsubiji. Awalan {おo-,
ごgo-, すsu-, まma-, かka-, すっsuQ-} bias digolongkan
ke dalam settouji. Sedangkan akhiran {さ–sa, み-mi, 的-teki, する-suru}
termasuk ke dalam setsubiji. Misalnya:
o+nomina = o-kuruma: ‘mobil’ (sopan), go+nomina = go-kazoku: ‘keluarga’
(sopan), su+nomina = su-ashi: ‘kaki telanjang’, ma+nomina = ma-gokoro: ‘setulus
hati’, ka+adjektiva= ka-guroi: ‘hitam pekat’. Contoh akhiran termasuk dalam
setsubiji, antara lain: gokan dari adjektiva+sa = samusa : dinginnya, gokan
dari adjektiva+mi= amami: manisnya, nomina verba+suru= benkyou suru : belajar,
nomina+teki = keizaiteki: ekonomis.
2. Fukugougo/goseigo
Kata yang terbentuk sebagai hasil
penggabungan beberapa morfem isi disebut dengan fukugougo atau gokeisei ‘kata
majemuk’. Misalnya:
a.
Dua
buah morfem isi nomina+nomina ama-gasa : ‘payung hujan’, hon-dana ‘rak buku’
b.
Morfem
isi+setsuji: nomina+verba =higaeri ‘pulang hari itu’, verba+nomina = tabemono
‘makanan’; verba+verba =verba: toridasu ‘mengambil’, verba+verba = nomina:
ikikaeri ‘pulang-pergi’
3. Karikomi/shouryaku
Merupakan
akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya. Misalnya:
terebishon = terebi : televise
4. Toujigo
Merupakan
singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf Alfabet. Misalnya: Nippon
Housou Kyoukai = NHK : radio TV Jepang.
Kata
yang mengalami perubahan bentuk dalam bahasa Jepang disebut yougen, sedangkan kata yang tidak
mengalami perubahan bentuk disebut taigen.
1.7 Satuan Bahasa/Linguistik
Satuan-satuan bahasa meliputi
fonem,morfem,kata,frase,klausa,kalimat, dan wacana.
1.
Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa
terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata.
Contohnya:/
a /,/i/,/b/,/c/
2.
Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa
terkecil yang mengandung arti atau mendukung arti.
Morfem
terbagi menjadi dua yaitu:
-
Morfem segmental
-
Morfem supra-segmental
Morfem
segmental adalah morfem yang tidak mengalami perubahan kelas kata.
Morfem
segmental terbagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat
a)Morfem
bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri
Contohnya
: bom, ban, cat
b)Morfem
terikat adalah morfem morfem yang belum dapat berdiri sendiri.
Conrohnya
: Me – latih = melatih
Me – naik = menaik
b)Morfem
supra-segmental adalah morfem yang mengalami perubahan kata.
Perubahan
kelas kata tersebut disebabkan oleh:
-intonasi
-
penempatan atau letak
Perubahan
karna intonasi contohnya:
1. Pukul
besi artinya pukul yang terbuat dari besi.
2. Pukul
besi itu artinya besi itu disuruh pukul.
Perubahan
penempatan atau letak contohnya:
1)
Sungai itu dalam : menunjukan kata keadaan
2)
Dalam sungai itu : menunjukan kata benda
3.
Kata
Kata adalah satuan bahasa yang memiliki
satu pengertian atau, kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua sepasi dan
mempunyai satu arti. Contohnya : spidol. Sikat, penghapus.
Dalam bahasa Jepang, pembentukan kata
(word-formation ) meliputi dua kajian, yaitu
1.
Gokouzo; yaitu: menganalisis kata secara
internal
2.
Gokeisei atau zougohou; mengkaji kata
secara internal juga secara diakronik sampai kajian etimologi kata tersebut.
Kata terdiri
dari beberapa bagian, yaitu
1. Dasar
Kata (Base- Goki)
Dalam bahasa Jepang menurut
(Sunarni dan Johana:12-13) dasar kata (goki) merupakan salah satu unsur
pembentuk kata yang menunjukkan bagian yang tersisa setelah semuanya dipisahkan
dari imbuhan. Berikut contoh goki dalam bahasa Jepang:
Dasar Kata (Goki)
|
Kata Turunan
|
Asal Kata
|
hanasa
|
hanasareru
|
hanasu
‘berbicara’
|
kaka
|
kakareru
|
Kaku
‘menulis’
|
Sebagai
perbandingan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dasar kata merupakan
morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks.
Contoh: juang
dalam berjuang (satu dasar), bark dalam disembarkation
2. Akar
Kata (Root-Gokon)
Akar
kata disebut pula root atau radical. Beberapa linguis ada pula yang menyebut
akar kata ini sama dengan dasar kata (base). Akar kata merupakan unsur yang
menjadi dasar pembentukan kata. Contoh:
sawayaka ‘segar’, hanayaka ‘meriah/berbunga-bunga’
3. Pangkal
Kata (Stem-Gokan)
Kridalaksana
(1999:153) menyebutkan bahwa pangkal kata dapat berupa morfem yang bergabung
dengan afiks.
Contoh: olah
pangkal dari mengolah, tani pangkal dari bertani, unqualifi(y) pangkal dari
unqualified, refreshment pangkal dari refresthments, kak- pangkal dari kaku
‘menulis’, tabe- pangkal dari tabemasu ‘makan’
Dalam
bahasa Jepang, pangkal kata (gokan) merupakan salah satu unsur pembentuk kata
yang merupakan bagian yang tersisa setelah dipisahkan dari afiks impleksional.
kata
|
stem
|
afiks
impleksi
|
afiks
|
hanashimasu
‘berbicara’
|
hanas-
|
-i-
|
masu
|
togimasu
‘Mengasah’
|
tog-
|
-i-
|
masu
|
Pangkal
kata dalam tabel diatas dapat disebut pula kihon
gokan (stem dasar). Selain itu, terdapat pula pangkal kata yang memiliki
konjugasi khusus yang disebut dengan onbin
gokan (stem asimilasi). Onbin gokan terdiri dari 3 jenis yaitu;
a.
I onbin; adalah perubahan bunyi yang
terjadi di akhir atau di tengah suatu kata berdasarkan kesesuaian nasal yang
berdasarkan suatu syarat.
b.
Soku onbin; adalah proses asimilasi
bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel ru, u menghadapi fonem /t/
c.
Hatsu onbin; adalah proses asimilasi
bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel nu, menghadapi fonem /d/
Jenis
Onbin
|
Verba
Prakategorial
|
Contoh
|
i-onbin
|
Kaku ‘menulis’
|
Kai (-ta) kai(-te)
|
Soku onbin
|
Tsukuru ’membuat’
Nomu ‘minum’
|
Tsukutta tsukutte
noN(-da) noN(-de) noN(-dara)
|
Hatsu onbin
|
Yobu ‘memanggil’
Shinu ‘mati’
|
yoN(-da) yoN(-de) yoN(-dara)
shiN(-da) shiN(-de) shiN(-dara)
|
Dengan
demikian, kata dalam bahasa Jepang berstruktur:
|
|||
|
4.
Frase
Frase adalah penggabungan dua buah
bentuk atau lebih yang membentuk kelompok kata dan tidak menimbulkan pengertian
baru.
Contohnya
: kaki meja
5.
Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang hanya
mengandung satu predikat
Klausa
diklasifikasikan atas:
A)
Klausa bebas contohnya Ayah pergi ke kantor.
B)
Klausa terikat contohnya ibu memarahi anak itu.
6.
Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara
relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang
terdiri dari klausa.
Kalimat
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Kalimat
tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat.
Contohnya:
Saya makan
Dia minum
2. Kalimat
bersusun adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas dan sekurang
kurangnya
satu klausa terikat.
Contohnya:
Saya bangun sebelum ayam berkokok.
Dia pergi sebelum kami bangun.
3. Kalimat
majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas.
Contohnya
: Saya mengambil sebuah buku dari lemari, kemudian saya membacanya sampai
tamat.
7.
Wacana
Wacana
diartikan sebagai organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa
dan oleh
karna
itu dapat juga sebagai satuan linguistik yang lebih besar misalnya percakapan
lisan atau
naskah
tertulis.
Contonya
: Jalan adalah urat nadi perekonomian,hampir seluruh aktivitas perekonomian
ditentukan
oleh keberadaan infrastuktur jalan. Semakin mulus jalan yang ada, semakin
lancar pula jalanya perekonomian.
Daftar
Pustaka
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar
Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.
Koizumi,
Tamotsunicho. 1993. Nihongo Kyoushi
No Tame No Gengogaku Nyumon. Tokyo. Daishuukan
Kushartanti,
dkk. 2005. Pesona Bahasa:Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sunarni,
Nani dan Jonjon Johana. 2010. Morfologi
Bahasa Jepang: Sebuah Pengantar. Bandung: Sastra Unpad Press.
Chaer,
Abdul. 2007. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.