Minggu, 26 Oktober 2014

Morfologi Tugas 1



1.1       Latar Belakang
            Bahasa memiliki keterikatan terhadap manusia sebagai penggunanya. Dalam penggunaan bahasa, berbeda maksud dan pikiran oleh penutur, maka berbeda pula bentuk dan tata bahasa yang digunakan dalam menyampaikan maksud dan pikiran tersebut kepada lawan bicara. Ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena dia memahami makna (imi) yang dituangkan melalui bahasa tersebut (Sutedi, 2003 : 2). Untuk dapat mengerti makna dari bahasa tersebut, maka dibutuhkan bahasa yang sama-sama di mengerti oleh penutur maupun pendengar.
1.2      Tipologi Bahasa Jepang
Bahasa Jepang dapat dikatakan sebagai bahasa yang kaya dengan huruf tetapi miskin dengan bunyi, karena hanya memiliki lima buah vokal dan beberapa buah konsonan yang diikuti vokal tersebut dalam bentuk suku kata terbuka. Jumlah suku kata (termasuk bunyi vokal) dalam bahasa Jepang hanya 102 buah, tidak ada suku kata tertutup atau yang diakhiri dengan konsonan kecuali bunyi [N]. Untuk menyampaikan bunyi yang jumlahnya terbatas tadi (102 bunyi) digunakan empat macam huruf, yaitu: 1. Huruf Hiragana; 2. Huruf Katakana. 3. Huruf Kanji dan 4. Huruf Romaji. Huruf Hiragana dan Katakana sering disebut juga huruf Kana. Hiragana digunakan untuk menulis kosakata bahasa Jepang asli, apakah secara utuh atau digabungkan dengan huruf Kanji. Huruf Katakana digunakan untuk menulis kata serapan dari bahasa asing (selain bahasa Cina). Jumlah huruf Hiragana dan Katakana masing-masing 46 huruf dan dikembangkan dengan menambahkan tanda tertentu sehingga dapat membentuk bunyi lainnya yang jumlahnya masing-masing menjadi 56 bunyi. Huruf-huruf tersebut berbentuk suku kata, sehingga bunyi total bahasa Jepang kurang lebih hanya 102 suku kata. Huruf Kanji berasal dari Cina, yang jumlahnya cukup banyak. Huruf Kanji yaitu huruf yang merupakan lambang, ada yang berdiri sendiri,ada juga yang digabung dengan huruf Kanji lainnya atau diikuti dengan huruf Hiragana. Huruf Kanji dalam bahasa Jepang ada dua macam cara membacanya, yaitu: (1) ala Jepang (kun-yomi) dan (2) ala Cina (on-yomi). Sedangkan huruf terakhir adalah Romaji atau huruf Alfabet (latin). (Sutedi, 2003 : 7-9).
1.3.   Tipologi Morfologis

Istilah morfologi dalam bahasa Jepang disebut keitairon. Morfologi adalah ilmu yang mengkaji tentang kata dan pembentukannya. Koizumi (1993: 89) mengatakan: 形態論は語形の分析が中心となる。Ketairon wa gokei no bunseki ga chusin to naru. ‘ Morfologi adalah suatu bidang ilmu yang meneliti pembentukan kata’.
            Tipologi morfologis yang menghasilkan tiga tipe bahasa, yaitu bahasa isolatif, bahasa aglutinatif, dan bahasa fleksi.
1.                  Bahasa isolatif, yaitu bahasa yang dalam menyatakan hubungan gramatikalnya dinyatakan dan bergantung pada urutan kata, sedangkan bentuk katanya tidak mengalami perubahan bentuk kata secara morfologis melainkan perubahan yang ada hanya karena perbedaan nada. Dan kata-katanya sering terdiri dari satu morfem
2.                  Bahasa aglutinatif, yaitu bahasa yang kata-katanya dapat dibagi dalam morfem-morfem tanpa kesulitan. Juga hubungan gramatikalnya dah struktur katanya dinyatakan dengan kombinasi unsur-unsur bahasa secara bebas. Dalam tipe ini, pembentukan kata dapat dilakukan dengan afiksasi (pembentukan kata melalui pengimbuhan), komposisi (pembentukan kata melalui pemajemukan), dan reduplikasi (pembentukan kata melalui pengulangan).
3.                  Bahasa fleksi, yaitu bahasa yang hubungan gramatikalnya tidak dinyatakan dengan urutan kata, tetapi dinyatakan dengan infleksi. Bahasa yang bertipe fleksi struktur katanya terbentuk oleh perubahan bentuk kata. Ada dua macam perubahan bentuk kata dalam bahasa tipe ini, yaitu dengan deklinasi dan konjugasi. Deklinasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh jenis, jumlah, dan kasus. Konjugasi adalah perubahan bentuk kata yang disebabkan oleh perubahan persona, jumlah, dan kala.

1.4   Proses Morfologis
Kata terbentuk dari morfem atau morfem-morfem. Terbentuknya kata dari morfem-morfem itu melalui suatu proses yang disebut proses morfologik atau morfemik. Jadi, proses morfologi adalah proses terbentuknya kata dari morfem-morfem. Pada umumnya dikenal delapan proses morfologik, yaitu:

1.                  Derivasi
Derivasi adalah proses morfologis yang menghasilkan kata-kata yang makna leksikalnya berbeda dari kata pangkal pembentuknya. Yaitu afiksasi yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu. Derivasi menghasilkan kata baru dari suatu kata dasar, yang kadang-kadang mengubah kelas kata seperti perubahan noun menjadi verb
2.                  Afiksasi
Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks. Dengan kata lain, afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula derivatif. Dilihat pada posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Di samping itu masih ada istilah ambifiks dan sirkumfiks.
Proses afiksasi dapat dibagi menjadi lima, yaitu
a. Prefiks
Prefiks dalam bahasa jepang disebut dengan settouji. Koizumi (1993 : 95) mengatakan settouji atau prefiks yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar atau gokan. Bahasa Jepang memiliki ragam hormat yang disebut dengan keigo. Keigo adalah kata-kata yang sesuai digunakan pada suatu pembicaraan untuk menunjukan rasa hormat kepada lawan bicara pernyataan bentuk hormat ditentukan oleh pilihan kosa kata dan sangat terbatas oleh pembentukan kata dngan proses prefiksasi, seperti prefiks /o-/ dan /go-/
b. Sufiks
Sufiks dalambahasa Jepang disebut dengan setsubiji. Koizumi (1993:95) mengatakan setsubiji atau akhiran yaitu imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa Jepang adalah berbentuk sufiks.
c. Infiks
Dalam bahasa Jepang infiks disebut dengan setsuchuji. Koizumi (1993 : 95) mengatakan setsuchuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata atau gokan.
d. Kombinasi Afik
Kombinasi afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang dilekatkan pada dasar kata, oleh karena verba bahasa Jepang adalah polimorfemik, maka proses afiksasi dengan kombinasi afiks pada proses kedua akan melekat pada morfem jadian.
e. Partikel Afiks
Partikel afiks ialah satuan terkecil yang diletakan pada penanda akhir dan dasar kata. Partikel berfungsi menegaskan kata yang ada di depannya.
3.                  Reduplikasi 
Dalam proses ini leksem berubah menjadi kata kompleks dengan beberapa macam proses pengulangan terhadap bentuk dasar , baik secara keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan buyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian, seperti lelaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Selain itu, ada juga yang dinamakan dengan reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.
4.                  Komposisi 
Dalam proses ini dua leksem atau lebih berpadu dan outputnya adalah paduan leksem atau kompositum dalam tingkat morfologi atau kata majemuk dalam tingkat sintaksis. Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Dalam bahasa Indonesia, misalnya lalu lintas, daya juang, dan rumah sakit.
Menurut Koizumi (1993:109) komposisi adalah merupakan penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.
5.                  Perubahan vokal
Dalam proses ini terjadi perubahan vokal-vokal pada kata, seperti kata dalam bahasa Inggris foot---feet dan mouse---mice.

 Proses morfologis bahasa Jepang adalah apabila dua buah morfem disatukan, mengakibatkan terjadinya penyesuaian diantara kedua morfem tersebut. Proses tersebut terjadi dengan cara 付加fuka’atau penambahan, 消除kejo’atau penghapusan, 重複jufuku’atau penambahan dan ゼロ接辞’zero setsuji’atau imbuhan kosong. Sedangkan morfem adalah potongan terkecil dari kata yang memiliki arti. Potongan kata atau morfem tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak atau berbentuk terikat pada morfem lain.
 Koizumi dalam Situmorang membagi morfem menjadi empat, yaitu
a.Morfem Dasar (形態素(けいたいそ))
Morfem dasar adalah bagian kata yang menjadi kata dasar dari perpaduan dua buah morfem atau lebih dalam proses morfologis.
b.Morfem Terikat (結語形態(けつごけいたい))
Morfem terikat adalah morfem yang ditambah untuk merubah arti atau makna kata dasar. Morfem ini tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri
c.Morfem Berubah (異形態(いけいたい))
Morfem berubah adalah morfem yang bunyinya berubah apabila digabungkan dengan morfem lain dalam pembentukan kata, baik morfem dasar maupun morfem terikat berubah bunyinya apabila diikatkan satu sama lain.
d. Morfem Bebas (自由形態(じゆうけいたい))
Morfem bebas adalah morfem yang tidak berubah bunyi walaupun ada proses morfologis.
Proses morfologis verba bahasa Jepang terdapat rumusan sebagai berikut:
1.  Keduanya morfem bebas, yaitu baik morfem dasarnya maupun morfem terikatnya adalah bebas.
Contoh
たべ+ない /tabe-/ + /-nai/
2. Kata dasarnya morfem bebas kemudian diikuti oleh morfem terikat.
Contoh
いけ+/ik-/ + /-eba/
3. Kata dasarnya morfem terikat dan diikuti oleh morfem bebas.
Contoh
+ない /k-/ + /-onai/
Dalam morfologi verba bahasa Jepang, terdapat ’gokan’ dan ’gobi’. Koizumi (1993: 95) mengatakan ’gokan’ adalah morfem yang maknanya terpisah dengan jelas. Sutedi (2003:43) menambahkan bahwa ’gokan’ adalah morfem yang menunjukan makna aslinya. Sedangkan ’gobi’ menurut Sutedi (2003 :43) adalah morfem yang menunjukan makna gramatikalnya. Morfem terikat dalam bahasa Jepang disebut dengan 助動詞’jodoshi’arti kanjinya dalam bahasa Indonesia adalah kata Bantu verba. Karena tidak memenuhi ciri sebuah kata yaitu berdiri sendiri dan mempunyai arti sendiri, maka lebih cocok disebut dengan morfem pembentuk verba. Morfem ini berfungsi untuk memberi makna atau arti pada dasar verba. Sutedi (2003: 42) mencontohkan verba /kaku/ terdiri dari dua bagian, yaitu /kak-/ yang tidak mengalami perubahan disebut dengan gokan atau akar kata, dan bagian belakang /-u/ yang mengalami perubahan disebut dengan goki.

1.5    Konjugasi Bahasa Jepang
Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada enam macam antara lain :
1.    Mizenkei (未然形) yaitu perubahan bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (OU/YOU), bentuk pasif (RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SASERU).
2.    Renyoukei (連用形) yaitu perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA).
3.    Shuushikei (終止形) yaitu vera bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat.
4.    Rentaikei (連体形)  yaitu verba (bentuk kamus) yanf digunakan sebagai modifikator.
5.    Kateikei (仮定形)  yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA).
6.    Meireikei (命令形)  yaitu perubahan verba ke dalam bentuk perintah.
Berikut ini adalah tabel perubahan verba dalam penggunaan berbagai konjugasi :

Verba
Arti
Mizenkei
Renyoukei
Shuushikei
Rentaikei
Kateikei
Meireikei
I
Ka-ku
Menulis
かない
Ka-kanai
こう
Ka-kou
れる
Ka-kereru
せる
Ka-seru
きます
Ka-kimasu
いて
Ka-ite
いた
Ka-ita
Ka-ku
Ka-ku
けば
Ka-keba
Ka-ke
  II
べる
Ta-beru
Makan
べない
Ta-benai
べよう
Ta-beyou
べられる
Ta-berareru

べさせる
Ta-besaseru
べます
Ta-bemasu
べて
Ta-bete
べた
Ta-beta
べる
Ta-beru
べる
Ta-beru
べれば
Ta-bereba
Ta-be
  III
Ku-ru
Datang
ない
Ko-nai
よう
Ko-you
れる
Ko-reru
させる
Ko-saseru
ます
Ki-masu
Ki-te
Ki-ta
Ku-ru
Ku-ru
れば
Ko-reba
Ko-i
      
 Dari tabel di atas, bisa diketahui bahwa adanya perbedaan pembatas morfem dalam setiap bentuknya karena menggunakan dua jenis huruf yang berbeda (kanji dan hiragana). Jika analisis morfemnya mengacu pada penggunaan huruf Jepang merupakan suatu silabis atau suku kata, lain halnya dengan mengacu pada huruf Alfabet.
Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003: 50) berpendapat bahwa analisis morfem jika mengacu pada huruf alphabet akan semakin jelas. Huruf alphabet yang dimaksud yaitu menggunakan system Jepang (nihon-shiki) atau system kunrei, bukan mengacu kepada system Hepburn.
Dari jenis-jenis perubahan di atas , shuushikei dan rentaikei kedua-duanya merupakan verba bentuk kamus, yaitu bentuk yang tercantum dalam kamus. Perbedaannya shuushikei digunakan diakhir kalimat atau sebagai predikat, sedangkan rentaikei berfungsi untuk menerangkan nomina yang mengikutinya (sutedi 2003: 48- 49). Perubahan verba ke dalam bentuk TE dan TA yang mengalami proses `onbin' <euphony>, ‘onbin’ adalah perubahan fonem atau bunyi karena pengaruh bunyi yang mengapitnya. Untuk verba kelompok I bisa diklasifikasikan seperti berikut.(Sutedi 2003:53-54)
a.                Sokuonbin (促音便) yaku terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem keduanya berupa suku kata {i, ri, ti} serta {ki}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran suara/huruf U, TSU, RU (う、つ、る) serta KU () pada verba iku <pergi> akan berubah menjadi TTE (って).
b.               I-onbin(イ音便) yajtu terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata {ki, gi} menjadi {ite, ide}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf KU, GU (, ) berubah menjadi ITE, IDE (いて、いで).
c.                Hatsuonbin terjadi pada ren-youkei (bentuk MASU) dari verba yang morfem ke duanya berupa suku kata { mi, ni, bi} menjadi {nde}. Atau jika bermula dari verba bentuk kamus, setiap verba yang berakhiran bunyi/huruf MU, NU, BU ( む、ぬ、ぶ) berubah menjadi NDE (んで).

1.6     Kedudukan Morfologi dalam Linguistik
Kedudukan morfologi (keitaron) merupakan salah satu dari cabang ilmu linguistik.  Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Sutedi (2003: 41) yang mengatakan bahwa morfologi merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji tentang kata dan proses pembentukannya. Objek yang dipelajarinya yaitu tentang kata ( 語・単語go/tango’) dan morfem 形態素ketaiso. Sutedi (2003: 41) juga mengatakan morfem merupakan satuan bahasa terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa di pecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi. Koizumi (1993:91) mengatakan morfem adalah potongan yang terkecil dari kata yang mempunyai arti. Koizumi (1993:93) membagi morfem berdasarkan bentuk menjadi dua, yaitu:
1. 自由形 ’jiyuukei’ atau Bentuk bebas : morfem yang dilafalkan/ diucapkan secara tunggal (berdiri sendiri).
2. 結合形’ketsugoukei’ Bentuk terikat : morfem yang biasanya digunakan dengan cara mengikatnya dengan morfem lain tanpa dapat dilafalkan secara tunggal (berdiri sendiri).
Sutedi (2003:43) juga mengatakan kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal disebut morfem bebas. Sedangkan kata yang tidak bisa berdiri sendiri dinamakan morfem terikat. Menariknya dalam bahasa Jepang, lebih banyak morfem terikatnya daripada morfem bebasnya. Ada beberapa istilah yang berhubungan dengan morfologi bahasa Jepang, diantaranya morfem (keitaiso), Sutedi (2003: 44-45) berpendapat, dalam bahasa Jepang, selain terdapat morfem bebas dan morfem terikat, morfem bahasa Jepang juga dibagi menjadi dua, yaitu morfem isi dan morfem fungsi.
 Morfem isi 内容形態素 naiyoukeitaiso adalah morfem yang menunjukkan makna aslinya. Seperti: nomina, adverbia, dan gokan dari verba atau adjektiva. Sedangkan morfem fungsi 機能形態素 kinoukeitaiso adalah morfem morfem yang menunjukan fungsi gramatikalnya, seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekpresi kala (jiseikeitaiso).
Koizumi (1993:95) juga menggolongkan morfem berdasarkan isinya menjadi dua yaitu
1.      Akar kata (語幹‘gokan’): morfem yang memiliki arti yang terpisah (satu per satu) dan kongkrit.
2.      Afiksasi (接辞‘setsuji’): morfem yang menunjukkan hubungan gramatikal.
Dapat diketauhi, dalam pembentukan kata dalam bahasa Jepang terdapat dua unsur penting antara lain dilihat bedasarkan bentuknya, yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat, serta berdasarkan isi, yaitu akar kata dan afiksasi atau dari segi gramatikalnya. 
Hasil dari pembentukan kata dalam bahasa Jepang sekurang-kurangnya ada 4 macam, yaitu
1.      Haseigo
Kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou-keitaiso dengan setsuji disebut haseigo ‘kata jadian’. Proses pembentukannya bisa dalam bentuk settouji+morfem isi atau morfem isi+setsubiji. Awalan {o-, go-, su-, ma-, ka-, すっsuQ-} bias digolongkan ke dalam settouji. Sedangkan akhiran {–sa, -mi, -teki, する-suru} termasuk ke dalam setsubiji. Misalnya: o+nomina = o-kuruma: ‘mobil’ (sopan), go+nomina = go-kazoku: ‘keluarga’ (sopan), su+nomina = su-ashi: ‘kaki telanjang’, ma+nomina = ma-gokoro: ‘setulus hati’, ka+adjektiva= ka-guroi: ‘hitam pekat’. Contoh akhiran termasuk dalam setsubiji, antara lain: gokan dari adjektiva+sa = samusa : dinginnya, gokan dari adjektiva+mi= amami: manisnya, nomina verba+suru= benkyou suru : belajar, nomina+teki = keizaiteki: ekonomis. 
2.      Fukugougo/goseigo
Kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan beberapa morfem isi disebut dengan fukugougo atau gokeisei ‘kata majemuk’. Misalnya:
a.       Dua buah morfem isi nomina+nomina ama-gasa : ‘payung hujan’, hon-dana ‘rak buku’
b.      Morfem isi+setsuji: nomina+verba =higaeri ‘pulang hari itu’, verba+nomina = tabemono ‘makanan’; verba+verba =verba: toridasu ‘mengambil’, verba+verba = nomina: ikikaeri ‘pulang-pergi’
3.      Karikomi/shouryaku
Merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari kosakata aslinya. Misalnya: terebishon = terebi : televise


4.      Toujigo
Merupakan singkatan huruf pertama yang dituangkan dalam huruf Alfabet. Misalnya: Nippon Housou Kyoukai = NHK : radio TV Jepang.
Kata yang mengalami perubahan bentuk dalam bahasa Jepang disebut yougen, sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen.

1.7   Satuan Bahasa/Linguistik
Satuan-satuan bahasa meliputi fonem,morfem,kata,frase,klausa,kalimat, dan wacana.
1.      Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional  atau dapat membedakan makna kata.
Contohnya:/ a /,/i/,/b/,/c/
2.      Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa terkecil yang mengandung arti atau mendukung arti.
Morfem terbagi menjadi dua yaitu:
- Morfem segmental
- Morfem supra-segmental
Morfem segmental adalah morfem yang tidak mengalami perubahan kelas kata.
Morfem segmental terbagi menjadi dua yaitu morfem bebas dan morfem terikat
a)Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri
Contohnya : bom, ban, cat
b)Morfem terikat adalah morfem morfem yang belum dapat  berdiri sendiri.
Conrohnya : Me – latih = melatih
                     Me – naik = menaik
b)Morfem supra-segmental adalah morfem yang mengalami perubahan kata.
Perubahan kelas kata tersebut disebabkan oleh:
-intonasi
- penempatan atau letak
Perubahan karna intonasi contohnya:
1.      Pukul besi artinya pukul yang terbuat dari besi.
2.      Pukul besi itu artinya besi itu disuruh pukul.
Perubahan penempatan atau letak contohnya:
1)    Sungai itu dalam : menunjukan kata keadaan
2)    Dalam sungai itu : menunjukan kata benda
3. Kata
Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian atau, kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua sepasi dan mempunyai satu arti. Contohnya : spidol. Sikat, penghapus.
 Dalam bahasa Jepang, pembentukan kata (word-formation ) meliputi dua kajian, yaitu
1.      Gokouzo; yaitu: menganalisis kata secara internal
2.      Gokeisei atau zougohou; mengkaji kata secara internal juga secara diakronik sampai kajian etimologi kata tersebut.
Kata terdiri dari beberapa bagian, yaitu
1.      Dasar Kata (Base- Goki)
Dalam bahasa Jepang menurut (Sunarni dan Johana:12-13) dasar kata (goki) merupakan salah satu unsur pembentuk kata yang menunjukkan bagian yang tersisa setelah semuanya dipisahkan dari imbuhan. Berikut contoh goki dalam bahasa Jepang:
Dasar Kata (Goki)
Kata Turunan
Asal Kata
hanasa
hanasareru
hanasu
‘berbicara’
kaka
kakareru
Kaku
‘menulis’
Sebagai perbandingan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dasar kata merupakan morfem yang dapat diperluas dengan dibubuhi afiks.
Contoh: juang dalam berjuang (satu dasar), bark dalam disembarkation
2.      Akar Kata (Root-Gokon)
Akar kata disebut pula root atau radical. Beberapa linguis ada pula yang menyebut akar kata ini sama dengan dasar kata (base). Akar kata merupakan unsur yang menjadi dasar pembentukan kata.  Contoh: sawayaka ‘segar’, hanayaka ‘meriah/berbunga-bunga’
3.      Pangkal Kata (Stem-Gokan)
Kridalaksana (1999:153) menyebutkan bahwa pangkal kata dapat berupa morfem yang bergabung dengan afiks.
Contoh: olah pangkal dari mengolah, tani pangkal dari bertani, unqualifi(y) pangkal dari unqualified, refreshment pangkal dari refresthments, kak- pangkal dari kaku ‘menulis’, tabe- pangkal dari tabemasu ‘makan’
Dalam bahasa Jepang, pangkal kata (gokan) merupakan salah satu unsur pembentuk kata yang merupakan bagian yang tersisa setelah dipisahkan dari afiks impleksional.
kata
stem
afiks impleksi
afiks
hanashimasu
‘berbicara’
hanas-
-i-
masu
togimasu
‘Mengasah’
tog-
-i-
masu
Pangkal kata dalam tabel diatas dapat disebut pula kihon gokan (stem dasar). Selain itu, terdapat pula pangkal kata yang memiliki konjugasi khusus yang disebut dengan onbin gokan (stem asimilasi). Onbin gokan terdiri dari 3 jenis yaitu;
a.                 I onbin; adalah perubahan bunyi yang terjadi di akhir atau di tengah suatu kata berdasarkan kesesuaian nasal yang berdasarkan suatu syarat.
b.                Soku onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel ru, u menghadapi fonem /t/
c.                 Hatsu onbin; adalah proses asimilasi bunyi yang disebabkan oleh pertemuan silabel nu, menghadapi fonem /d/
Jenis Onbin
Verba Prakategorial
Contoh
i-onbin
Kaku ‘menulis’
Kai (-ta)              kai(-te)
Soku onbin
Tsukuru ’membuat’
Nomu ‘minum’
Tsukutta               tsukutte
noN(-da)    noN(-de)              noN(-dara)
Hatsu onbin
Yobu ‘memanggil’
Shinu ‘mati’
yoN(-da)    yoN(-de)              yoN(-dara)
shiN(-da)    shiN(-de)            shiN(-dara)

Dengan demikian, kata dalam bahasa Jepang berstruktur:




Gokan+gobi
Contoh:
kak + u = kaku ‘menulis’
kak + e = kake ‘tulis!’

 


Gokan+ setsuji
Contoh:
tabe+ masu = tabemasu ‘makan’
nomi + masu = nomimasu ‘minum’
 
 








4.  Frase
Frase adalah penggabungan dua buah bentuk atau lebih yang membentuk kelompok kata dan tidak menimbulkan pengertian baru.
Contohnya : kaki meja
5. Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat
Klausa diklasifikasikan atas:
A)   Klausa bebas contohnya Ayah pergi ke kantor.
B)  Klausa terikat contohnya ibu memarahi anak itu.
6. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa.
Kalimat dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1.      Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas tanpa klausa terikat.
Contohnya: Saya makan
                   Dia minum
2.      Kalimat bersusun adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa bebas dan sekurang
kurangnya satu klausa terikat.
Contohnya: Saya bangun sebelum ayam berkokok.
                   Dia pergi sebelum kami bangun.
3.      Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas.
Contohnya : Saya mengambil sebuah buku dari lemari, kemudian saya membacanya sampai tamat.


7. Wacana
Wacana diartikan sebagai organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa dan oleh
karna itu dapat juga sebagai satuan linguistik yang lebih besar misalnya percakapan lisan atau
naskah tertulis.
Contonya : Jalan adalah urat nadi perekonomian,hampir seluruh aktivitas perekonomian
ditentukan oleh keberadaan infrastuktur jalan. Semakin mulus jalan yang ada, semakin lancar pula jalanya perekonomian.














Daftar Pustaka
Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press.

Koizumi, Tamotsunicho. 1993. Nihongo Kyoushi No Tame No Gengogaku Nyumon. Tokyo. Daishuukan
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa:Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sunarni, Nani dan Jonjon Johana. 2010. Morfologi Bahasa Jepang: Sebuah Pengantar. Bandung: Sastra Unpad Press.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.