Minggu, 06 Oktober 2013

副詞


仮定条

もしも
 
例:
1.      もしも宝くじにあたったら、何に使いますか。
2.      もしも子供時代に戻れたら、いろいろやり直せるのに。

仮に
 
例:
1.      仮に家を買うとしたら、どんな家がいいですか。
2.      仮にあなたが親だったら、どう考えるでしょうか。

万一
 
例:
1.       万一飛行機に乗り遅れたら、どうすればいいですか。
2.      万一事故が起きた場合、すぐ連絡してください。


逆接条件

 たとえ

例:
1.       たとえ何と言われても、自分の意味をはっきり言おう。
2.      たとえわずかでも、寄付を続けようと思う。

いくら

例:
1.       いくらがんばったって、もう間に会わないよ。
2.      私はいくら疲れていても、必ず自分で食事を作る

仮に
 
例:
1.      仮に親が反対するとしても、私は計画を変えない。
2.      仮に家を買うとしても、あと10年先の話だ。
万一
 
例:
1.      万一重い病気になっても、私は頑張れると思う。
2.      万一電車が止まっても、タクシーで行けばいい。


KATA MUTIARA JEPANG TENTANG JODOH

駄目な男は、駄目な女に惚れる。
いい男は、いい女に惚れる。
惚れた相手は、自分を映す鏡だ。

*Cowok yg gak baik,bakal jatuh cinta sama cewek yg gak baik.
Cowok yg baik,bakal jatuh cinta sama cewek yg baik.
Pasangan dalam bercinta itu..,bagaikan cermin buat diri kita sendiri.

Sabtu, 31 Agustus 2013

Contoh Surat Pernyataan Orang Tua untuk bekerja

SURAT KETERANGAN IJIN ORANG TUA
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama                                    : Marsiyem Darmi
 Umur                                   : 60 Tahun
Agama                                  : Islam
Alamat                                 : Ds Sarirejo, RT03/RW01 Kecamatan Ngaringan, Purwodadi

Orangtua/Wali dari anak :

Nama                                     : Teguh Santoso, S. Hum
 Jenis Kelamin                      : Laki-laki
Tempat dan Tanggal Lahir    : 28 Agustus 1983
 Kewarganegaraan                : Indonesia
Agama                                  : Islam
Status Nikah                         : Belum Kawin
Alamat                                  : Jl. Graha Wanamukti Maple 3B Semarang

     Dengan ini menyatakan tidak merasa keberatan jika anak kami sebagaimana tersebut diatas bekerja pada perusahaan ..................... dan ditempatkan di caba-cabangnya di seluruh wilayah indonesia atau di luar negeri.
     Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya untuk dijadikan sebagaimana mestinya.


                                                                              Dibuat di Semarang, 07 Maret 2013

Orang Tua,                                                                 Anak yang bersangkutan,


Marsiyem Darmi
                                                                                         Teguh Santoso, S.Hum 

Minggu, 19 Mei 2013

Surat Menyurat dalam Bahasa Jepang

a. Ungkapan sopan (keigo)
Jenis surat, hubungan si pengirim dan si penerima (usia, jenis kelamin, pekerjaan) akan mempengaruhi bentuk dan isi surat.  Misalnya surat bisnis, pemberitahuan perubahan alamat, kartu ucapan, surat kepada teman atau kepada dosen, dan lain-lain. Yang paling tampak berbeda dalam surat bahasa Jepang adalah pemilihan kosakata (diksi) dan penggunaan keigo (ungkapan sopan). Hal ini lebih dikarenakan Orang Jepang sangat peka dengan norma sosial dalam menghormati orang lain.
Ketika kita bertemu dan berbicara langsung dengan orang Jepang, anggukan kepala-badan (ojigi), serta bahasa fisik lain mungkin bisa mewakili rasa sopan dan kerendahan hati kita kepadanya. Sehingga menggunakan bahasa sopan standar saja, sudah cukup. Namun berbeda halnya ketika kita berkirim surat. Dalam surat kita harus menggunakan perhatian ekstra, antara lain memilih ungkapan-ungkapan yang pas untuk si penerima.
Coba perhatikan contoh kalimat berikut :
(a) 小畑先生が教えました。 (Obata Sensei ga oshiemashita)
(b) 小畑先生に教えていただきました。 (Obata sensei ni oshieteitadakimashita)
(c) 小畑先生が教えてくださいました。 (Obata sensei ga oshiete kudasaimashita)
Ketiga contoh kalimat di atas memiliki makna yang hampir sama, yaitu “Obata Sensei yang dulu mengajar saya”. Namun untuk menyatakan rasa terima kasih yang tulus atas jasa orang lain, orang Jepang akan memilih kalimat (b) atau (c).
Sedangkan salam awal-akhir yang umum dipakai dalam surat bahasa Jepang adalah :
  • 拝啓 ~ 敬具 (haikei ~ keigu)
  • 前略 ~ 草々 (zenryaku ~ sousou), tidak lebih sopan dari haikei~keigu.
  • 拝復 ~ 敬具 (haifuku ~ keigu), jarang dipakai.
 b. Salam-salam pendahuluan
Kondisi alam Jepang yang terdiri dari 4 musim sangat mempengaruhi salam-salam yang digunakan dalam surat. Misalnya saja fenomena tahun baru, berseminya sakura, turunnya salju atau guguran daun momiji, biasanya akan diungkapkan sebagai awalan sebuah surat. Misalnya saja :
  • 新春とは申しながら、まだまだ寒さが続いておりますが   (shinshun to wa moushi nagara, mada mada samusa ga tsuzuite orimasu ga)
Sementara ini Tahun Baru, dinginnya masih berlanjut.
  • 陽春の候 (youshun no kou)
Pada saat hari-hari musim semi bersinar ini
  • 菊かおる季節となってまいりましたが (kiku kaoru kisetsu to natte mairimashita ga)
Inilah musim keharuman krisantium
 c. Salam menanyakan kabar
Menanyakan kabar si penerima surat sangatlah penting, karena menggambarkan bahwa kita sangat peduli padanya. Begitupun sebaliknya, kita pun hendaknya menyampaikan kondisi/kabar/kesehatan kita. Beberapa contoh ungkapan yang biasa dipakai :
  • お元気でいらっしゃいますか。 (ogenki de irasshaimasuka.)
Apakah Anda sehat walafiat?
  • いかがお過ごしでいらっしゃいますか。 (ikaga osugoshi de irasshaimasuka.)
Bagaimana kesehatan Anda?
  • 皆様お健やかにお過ごしのことと存じます。 (mina sama osukoyaka ni osugoshi no koto to zonjimasu.)
Saya percaya bahwa semuanya sehat walafiat.
  • おかげさまで元気に暮らしております。 (okagesama de genki ni kurashite orimasu.)
Berkat doa Anda saya merasa bersyukur saya sehat walafiat.
  • 家族一同元気にしております (kazoku ichidou genki ni shite orimasu.)
Saya dan seluruh keluarga dalam keadaan sehat.
d. Salam ketika membalas surat
Akan sangat tidak sopan, jika kita tidak membalas surat orang lain. Di surat balasan, perlu juga diungkap perasaan kita saat membaca surat dari si pengirim. Ini akan semakin mempererat hubungan kita dengannya. Contohnya :
  • お手紙拝見いたしました。 (otegami haiken itashimashita.)
Saya telah membaca surat Anda
  • お便りありがたく拝見いたしました。 (otayori arigataku haiken itashimashita.)
Saya senang telah membaca surat Anda.
e. Salam/ungkapan kepada orang yang lama tidak kirimi surat
Tiba-tiba menulis surat kepada seseorang yang lama tidak kita kirimi surat, mungkin terkesan tidak sopan. Maka meminta maaf, sangat diperlukan pada kondisi tersebut. Ungkapan yang digunakan antara lain :
  • ご無渉汰お許しください。 (gobusata oyurushi kudasai.)
Maafkan saya karena tidak menulis surat begitu lama.
  • 長い間ご無渉汰いたしておりまして申し訳ございません。 (nagai aida gobusata itashite orimashite moushi wake gozaimasen.)
Saya mohon maaf karena lupa menulis surat begitu lama.
f. Salam/ungkapan menutup surat
Memberikan kesan yang baik pada sebuah surat adalah sebuah hal yang lazim. Berikut beberapa ungkapan yang sering digunakan :
  • どうかよろしくお願いいたします。 (douka yoroshiku onegai itashimasu.)
Tolong/sudilah kiranya mengurus masalah ini untuk saya.
  • まずはお願いまで。 (mazu wa onegai made.)
(Maafkan saya karena surat ini sangat singkat), tapi saya ingin memohon sesuatu dari Anda.
Jangan lupa, sampaikan pula kepedulian kita terhadap keluarga si penerima, di akhir surat kita. Ungkapannya seperti berikut :
  • 奥様/ご主人様によろしくお伝えください。 (okusama / goshujinsama ni yoroshiku otsutae kudasai.)
Tolong sampaikan salam saya kepada istri/suami Anda.
  • 末筆ながら皆様にもよろしくお伝えください。 (mappitsu nagara minasama nimo yoroshiku otsutae kudasai.)
Akhir kata, tolong sampaikan salam saya kepada keluarga Anda.
Dan yang terakhir, tutuplah dengan mendoakan kesehatan dan kebaikan bagi si penerima surat.
  • お寒さの 折からお体をお大切に。 (osamusa no ori kara okarada o otaisetsu ni.)
Tolong jaga kesehatan anda karena cuaca begitu dingin.
  • ご自愛のほどお祈り申し上げます。 (gojiai no hodo oinori moushi agemasu.)
Saya berharap anda menjaga diri dengan baik.
Jika Anda mengharapkan adanya surat balasan dari si penerima, berikut ini beberapa ungkapan yang mungkin bisa jadi alternatif :
  • お返事お待ちしております。 (ohenji wo machi shite orimasu.)
Saya sangat menantikan kabarmu.
  • ご多忙中恐縮ですが、お返事いただければ幸いです。 (gotabouchuu kyoushuku desu ga, ohenji itadakereba saiwai desu.)
Saya menyesal merepotkanmu saat kau begitu sibuk, tapi saya akan benar-benar menghargai balasanmu.
 Beberapa ungkapan yang sering muncul/dipakai adalah :
  • †~していただきました、本当に/誠にありがとうございました。 (~ shite itadakimashita, hontou ni / makoto ni arigatou gozaimasu.)
Terima kasih karena begitu baik ~.
  • †~してくださいまして、本当に/誠にありがとうございました。(~ shite kudasaimashite, hontou ni / makoto ni arigatou gozaimashita.)
Terima kasih karena begitu baik ~.
  • †~してくださり、本当に/誠にありがとうございました。(~ shite kudasari, hontou ni / makoto ni arigatou gozaimashita.)
Terima kasih karena begitu baik ~.
  • †~の件で、大変お世話になりました。 (~ no ken de, taihen osewa ni narimashita.)
Anda sangat membantu saya dengan ~.
  • †~本当に嬉しく思っています。 (~ hontou ni ureshiku omotte imasu.)
Saya sangat senang ~.
  • †いろいろと/何かとお世話になりましてありがとうございました。 (iroiro to / nani ka to osewa ni narimashite arigatou gozaimashita.)
Terimakasih pada Anda atas segala bantuan baik Anda.
  • †ご厚意が身にしみて感じられます。 (gokoui ga mi ni shimite kanjiraremasu.)
Saya sangat menghargai kebaikan Anda.
Dan salam penutup untuk surat berisi terimakasih, antara lain :
  • †とりいそぎお礼まで申し上げます。 (toriisogi orei made moushi agemasu.)
(Maafkan atas keburu-buruan surat saya, namun) saya ingin setidaknya menyampaikan terimakasih saya.
  • †まずは御礼まで。 (mazu wa orei made.)
(Maafkan atas keburu-buruan surat saya, namun) saya ingin setidaknya menyampaikan terima kasih.
Nah, berikut ini salah satu contoh surat yang berisi tentang ungkapan terimakasih karena telah diajak berjalan-jalan ke museum seni.
前略
先日は、お忙しい中を私のためにお時間をおさき下さり、ABC美術館にお連れいただき まして、誠にありがとうございました。私一人ではとっても行けなかったと思いますが、お陰様で有益なお話をいろいろうかがうことができ、うれしく思ってお ります。来月からは一人で参ります。本当にありがとうございました。
天候不順な折柄、お体をお大切になさってください。
草々
zenryaku
senjitsuwa, oisogashii chuu wo watashi no tame ni ojikan wo osaki kudasari, abc bijutsukan ni otsure itadakimashite, makoto ni arigatou gozaimashita. watashi hitori dewa totemo ikenakatta to omoimasuga, okagesama de yuuekina ohanashi wo iroiro ukagau koto ga deki, ureshiku omotte orimasu. raigetsu kara wa hitori de mairimasu. hontouni arigatou gozaimashita.
tenkoufujunna orikara, okarada wo otaisetsu ni nasatte kudasai.
sousou
Saya berterima kasih kepada Bapak karena telah meluangkan waktu untuk mengajak saya ke museum seni ABC, padahal jadwal Bapak sangat padat. Saya tidak bisa pergi sendiri tanpa Bapak. Berkat Bapak, saya sangat senang bisa mendengar pembahasan/diskusi yang menarik itu. Mulai bulan depan saya akan pergi ke sana sendiri. Terima kasih banyak.
Tolong jaga diri Bapak baik-baik dalam masa cuaca yang tak menentu ini.
Contoh surat ke-2 ini, berisi ucapan terimakasih atas kiriman kado dari seseorang.
いよいよ年の瀬も押し迫ってまいりました。皆様にはつつがなくお過ごしのことと存じます。
さてこの度はプレゼントにすばらしいものをいただき、誠にありがとうございました。
前からドラえもんのぬいぐるみが欲しいと思っておりましたが、インドネシアではどこで買えば、売れているかどうかわからなかったので、本当にうれしく思っております。このぬいぐるみを大切にしております。
どうぞ御家族 御一同様がよいお年をお迎えになりますよう お祈りいたしております。
iyoiyo toshi no se mo oshi sematte mairimashita. minasama ni tsutsu ga naku osugoshi no koto to zonjimasu.
sate, kono tabi wa purezento ni subarashii mono wo itadaki, makoto ni arigatou gozaimashita.
mae kara doraemon no nuigurumi ga hoshii to omotte orimashita ga, indonesia dewa doko de kaeba, ureteiru kadouka wakaranakatta node, hontou ni ureshiku omotte orimasu. kono nuigurumi wo taisetsu ni shiteorimasu.
douzo gokazoku goichidousama ga yoi otoshi wo omukae ni narimasuyou oinori itashite orimasu.
Penghujung tahun mendekat dengan cepat. Saya percaya semuanya berada dalam keadaan sehat.
Saya berterima kasih kepadamu atas kado yang sangat bagus.
Selama ini saya ingin mempunyai boneka doraemon, tetapi saya di mana bisa membelinya, apakah di Indonesia juga dijual atau tidak, saya tidak tahu. Saya bahagia menerimanya darimu. Ini akan menjadi barang yang berharga bagi saya.
Saya berharap keluargamu mengalami tahun baru yang menyenangkan.
Rasa terimakasih atas jasa/pemberian orang Jepang menjadi hal yang sangat penting dalam hubungan baik dengan orang Jepang. Jangan pernah melupakan kebaikan mereka, salah satunya adalah dengan mengirimkan surat terima kasih.

Minggu, 03 Maret 2013

CONTOH e-jurnal linguistik


TINGKATAN BAHASA DALAM BAHASA JEPANG DAN UNDAK-USUK BAHASA JAWA (KAJIAN LINGUISTIK KONTRASTIF)
Teguh Santoso, Lina Rosliana, Suharyo[1]
Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)76480619

ABSTRACT

Santoso, Teguh. Penggunaan Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang dan Undak-usuk Bahasa Jawa ( Kajian Analisis Kontrastif). Thesis. Japanese Literature Departement. Faculty of Humanity. Diponegoro University. The First Advisor: Drs. Suharyo, M. Hum, The Second Advisor:  Lina Rosliana, S. S, M. Hum.
In Japanese speech levels a polite form is known as Keego which consists of Sonkeigo, Kenjoogo and Teineigo. In Javanese, such a form is called Undak-usuk. It consists of  Ngoko (devided into Ngoko Lugu, Antya Basa, and Basa Antya), Madya (devided into Madya Ngoko, Madyantara, and Madya Krama), and Krama (devided into Mudha Krama, Kramantara, and Wreda Krama).
Based on the results of contrastive analysis used in this paper, it was found out that there are similiarities as well as differences between Keigo and Undak-usuk. Both of them have honorific forms as well as a humble forms. The difference is that in Japanese there are two concepts known as Uchi and Soto. This means that Japanese pay attention to who a speaker is talking to and who is being discussed. Another difference is that Ngoko can not be contrasted with Keigo. Krama Inggil and Krama Andhap do not belong to speech levels. Both are lexicons giving varieties to the existing speech levels, whereas Sonkeigo and Kenjoogo are parts of Keigo.

Key words: sonkeigo, kenjoogo, teineigo, keigo uchi, soto, undak-usuk, ngoko, madya,  krama, krama inggil, krama andhap

1. Pendahuluan
Dalam bahasa Jepang tingkatan bahasa meliputi ragam bentuk biasa (Futsu) dan bentuk sopan (Teinei) bentuk hormat (Keigo). Secara singkat Terada Takano menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga Terada (dalam Sudjianto, 2004:189). Hampir sama dengan pendapat tersebut, ada pula yang mengatakan bahwa keigo adalah istilah yang merupakan ungkapan kebahasaan yang menaikkan pendengar atau orang yang menjadi pokok pembicaraan dalam Nomura (dalam Sudjianto, 2004:189). Pada dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (pembicara atau penulis) untuk menghormati orang kedua (pendengar atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan).
Bahasa Jawa mengenal adanya tingkat tutur (speech levels) atau undak-usuk yang cukup rapi, yaitu: ngoko lugu, ngoko andhap, antya basa, basa antya, wredha krama, mudha krama, kramantara, madya ngoko, madya krama, madyantara, krama inggil, dan krama desa. Selain itu masih ada bahasa kedhaton dan bahasa bagongan yang dipakai dalam ruang lingkup kraton. Pendapat mengenai undak-usuk tingkat tutur tersebut dikemukakan oleh Poejosoedarmo (1973:13). Undak-usuk tingkat tutur bahasa Jawa terbagi atas tiga jenis yaitu: Krama, Madya, Ngoko dengan masing-masing subtingkat. Berikut ini penjelasan mengenai undak-usuk tingkat tutur tersebut:
Ø  Krama
a.       Mudha Krama: kata-kata dan imbuhan krama inggil dan krama andhap. Contoh kalimat:
Bapak, panjenengan mangke dipun aturi mundhutaken buku kangge Mas Kris.
b.      Kramantara: hanya mengandung bentuk krama. Contoh kalimat:
Pak, sampeyan mangke dipun purih numbasaken buku kangge Mas Kris.
c.       Wredha Krama: bentuk-bentuk afiks ngoko –e dan –ake. Contoh kalimat:
Nak, sampeyan mangke dipun purih numbasaken buku kangge Mas Kris.
‘Bapak/Nak, kamu nanti disuruh membelikan buku untuk Mas Kris’.

Ø  Madya
d.      Madya Krama: kata-kata tugas madya, afiksasi ngoko, kata-kata lainnya berbentuk krama dan krama inggil. Contoh kalimat:
Njenengan napa mpun mundhutake rasukan Warti dhek wingi sonten?
e.       Madyantara: kata-kata tugas madya afiksasi ngoko, kata-kata lainnya berbentuk krama dan krama inggil. Contoh kalimat:
Samang napa pun numbasake rasukan Warti dhek wingi sore?
f.       Madya Ngoko: kata-kata tugas madya, afiksasi ngoko, kata-kata lainnya berbentuk ngoko. Contoh kalimat:
Samang napa pun nukokke klambi Warti dhik wingi sore?
‘Kamu apa sudah membelikan baju Warti kemarin sore?.’

Ø  Ngoko
g.      Basa Antya: terdapat kata-kata krama inggil, krama, ngoko, imbuhan ngoko. Contoh kalimat: Adik arep dipundhutake menda.
h.      Antya Basa: terdapat kata-kata krama inggil disamping kosakata ngoko. Contoh kalimat: Adhik arep dipundutake wedhus.
i.        Ngoko Lugu: terdapat kata-kata dan imbuhan ngoko. Contoh kalimat: Adhik arep ditukokake wedhus. Adik akan dibelikan kambing.
( Poedjosoedarmo, 1979: 11-12).
Tingkat tutur bahasa Jepang dan tingkat tutur bahasa Jawa memiliki persamaan dan perbedaan. Tingkat tutur bahasa Jepang mengenal konsep uchi ‘dalam’ dan soto ‘luar’, artinya orang Jepang akan memperhatikan dengan siapa berbicara, dan siapa yang dibicarakan. Misalnya ketika berbicara di kantor sendiri antara bawahan dan atasan ragam yang akan digunakan bawahan adalah ragam menghormat (sonkeigo) dalam rangka menghormati atasannya, akan tetapi ketika bawahan itu berbicara dengan orang lain dari kantor yang berbeda ragam yang digunakan adalah ragam merendah (kenjoogo), sekalipun yang dibicarakan adalah atasannya sendiri. Tingkat tutur bahasa Jawa tidak mengenal konsep seperti itu.
Tingkat tutur dalam bahasa Jawa menunjukkan adanya adab sopan santun berbahasa Jawa bagi masyarakat tuturnya. Adab sopan santun berbahasa akan mencerminkan perilaku kebahasaan penuturnya yang sebenarnya merupakan cerminan kemasyarakatannya (Moeliono, 1985:4). Adab sopan santun berbahasa ini ditandai adanya wujud tuturan juga ditandai perbedaan tingkah laku atau sikap penutur sewaktu berbahasa Jawa. Dengan demikian, adab sopan santun berbahasa Jawa mencakup dua faktor, yaitu faktor lingual (linguistik) dan faktor nonlingual (nonlinguistik). Kedua faktor tersebut dalam tindak tutur atau speech act dapat dipilahkan, akan tetapi tidak dapat dipisahkan.
Adapun persamaan kedua bahasa tersebut adalah baik bahasa Jepang maupun bahasa Jawa sama-sama mempunyai ragam hormat yang digunakan untuk menghormati mitra tutur atau orang yang dituturkan. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya. 
            Tujuan dari penelitian ini adalah Mendeskripsikan perbedaan bentuk tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dengan undak-usuk bahasa Jawa serta mendeskripsikan penggunaan tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dengan undak-usuk bahasa Jawa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kontrastif, yaitu suatu analisis bahasa yang memiliki tujuan untuk menunjukkan perbedaan dan persamaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip yang dapat dijabarkan dalam masalah praktis (Kridalaksana, 1982:11).

2. Kerangka Teori
Teori merupakan seperangkat hipotesis yang dipergunakan untuk menjelaskan data bahasa, baik yang bersifat lahiriah seperti bunyi bahasa, maupun yang bersifat batin seperti makna (Kridalaksana, 2000:23). Teori dipergunakan sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, dan menilai suatu objek atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan memberi arah dalam penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan landasan teori struktural. Teori struktural merupakan pendekatan bahasa yang mula-mula dikembangkan oleh Bloomfield. Teori ini membahas bahasa dari segi strukturnya. Aliran strukturalisme sangat mementingkan keobjektifan dalam bahasa. Karena bahasa merupakan sebuah sistem, maka dengan sejumlah data dapat diketahui strukturnya.
Pengertian struktural berkaitan dengan atau memiliki struktur, menggunakan teori atau pendekatan, ataupun dipandang dari segi struktur. Strukturalisme dapat pula diartikan sebagai pendekatan analisis bahasa secara eksplisit kepada berbagai unsur bahasa sebagai struktur dan sistem (Kridalaksana, 2000:203).
Teori struktural dalam linguistik berhubungan dengan bentuk-bentuk, fungsi-fungsi struktural, dan hubungan antar komponen tutur yang dapat diamati pula dengan kata lain dalam analisis gramatik haruslah bersifat formal berdasarkan perilaku yang dapat diamati dalam bahasa.

3. Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang dan Undak-usuk Bahasa Jawa
Dalam bahasa Jepang semua kata dari ragam futsuu akan mengalami perubahan dalam ragam teinei, meskipun bukan perubahan kata secara total yang membentuk kata baru, tetapi hanya menambahkan kopula desu atau verba bantu masu di akhir kalimat. Kopula desu akan menempel pada kata benda dan ajektiva, sedangkan verba bantu –masu akan menempel pada kata kerja. Sedangkan dalam bahasa Jawa, perubahan ngoko ke krama lebih variatif. Ada yang tidak mengalami perubahan kata sama sekali, tetapi ada pula kata dari ngoko yang berjumlah total dalam ragam krama sehingga terbentuk kata baru. Dalam bahasa Jepang hampir semua kata futsuu bisa diubah ke dalam bentuk teinei maupun sonkeigo, sedangkan bahasa Jawa ragam ngoko ada yang memilki padanan dalam krama saja tetapi dalam krama inggil padanan katanya tidak ada. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh tabel leksikon berikut ini:
NO.
LEKSIKON FUTSUUGO
LEKSIKON TEINEIGO
LEKSIKON
NGOKO
LEKSIKON
KRAMA
ARTI
1.
Kau
Kaimasu
Tuku
Tumbas
Membeli
2.
Miru
Mimasu
Nonton
Mirsani
Melihat
3.
Iru
Imasu
Ono
Wonten
Ada
4.
Kuru
Kimasu
Teka
Dugi
Datang
5.
Iu
Iimasu
Kandha
Matur
Berkata

No.
LEKSIKON FUTSUUGO
LEKSIKON SONKEIGO
LEKSIKON NGOKO
LEKSIKON KRAMA INGGIL
ARTI
1.
Kaeru
Okaeri ni naru
Mulih
Kondur
Pulang
2.
Nomu
Onomi ni naru
Ngombe
Ngunjuk
Minum
3.
Taberu
Meshi agaru
Mangan
Dhahar
Makan
4.
Miru
Goran ni naru
Nonton
Mirsani
Melihat
5.
Matsu
Omachi kudasai
Ngenteni
Ngentosi
Menunggu
6.
Iu
Ossharu
Kandha
Ngendika
Berkata
7.
Iku
Ikareru
Lunga
Tindak
Pergi

Selain verba dalam tingkatan sonkeigo, nomina dalam tingkatan sonkeigo juga memiliki kesamaan dalam leksikon krama inggil, diantaranya seperti dalam tabel dibawah ini:
NO.
SONKEIGO
KRAMA INGGIL
ARTI
1.
Otaku
Dalem
Rumah
2.
Okarada
Slira
Badan
3.
Otoosan
Rama
Bapak
4.
Onomimono
Unjukan
Minuman
5.
Ohaka
Pasarehan
Makam
 Kosakata tingkatan kenjoogo dalam bahasa Jepang, jauh lebih banyak daripada kosakata krama andhap dalam bahasa Jawa, dan hampir semua kata kerja di ‘’Krama Andhap-kan’’ dengan menggunakan prefiks dan verba bantu. Bahasa Jawa tidak memiliki krama adhap untuk kata kerja seperti ‘’pergi/datang/ada/makan’’ dan sebagainya. Timbul pertanyaan, mengapa jumlah kata krama andhap begitu sedikit? Jawabannya, menurut tafsiran penulis, kata krama dalam bahasa Jawa itu sudah mempunyai nuansa merendahkan diri yang sepadan dengan tingkatan kenjoogo dalam bahasa Jepang. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh sekelompok kata/leksikon berikut ini:
No.
LEKSIKON KENJOOGO
ARTI
LEKSIKON KRAMA ANDHAP
ARTI
1
onegai shimasu
minta
nyuwun
minta
2
sashi agemasu
memberi
nyaosi
memberi
3
mooshimasu, mooshiagemasu
berkata
matur
berkata
4
ukagaimasu
bertanya
nyuwun priksa
bertanya
5
ukagaimasu
berkunjung
sowan
berkunjung, menghadap
6
okari shimasu
pinjam
ampil
pinjam

Dari segi penggunaannya, bahasa Jepang dan undak-usuk bahasa Jawa mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya:
1.      Penggunaan tingkatan  futsuugo dalam bahasa Jepang hampir sama dengan penggunaan ngoko dalam bahasa Jawa. Bedanya, kalau dalam bahasa Jepang apabila berkomunikasi dalam ruang lingkup keluarga umumnya menggunakan ragam futsuu, sebab kalau masih menggunakan bentuk teinei menurut aturannya dianggap masih ada jarak, tidak ada hubungan kedekatan dalam keluarga. Sedangkan dalam bahasa Jawa, dalam berkomunikasi dengan keluarga terutama kepada orang tua umumnya ragam ngoko tidak dipakai. Dalam hal ini ragam krama yang seharusnya dipakai, sebab orang tua adalah orang yang paling banyak berjasa maka sudah sepantasnya orang tua untuk dihormati. Namun, akhir-akhir ini banyak ditemukan dalam masyarakat Jawa seorang anak masih menggunakan ragam ngoko dalam berkomunikasi dengan orang tuanya. Hal itu bisa dikarenakan didikan dari orang tuanya sendiri apakah para orang tua tersebut masih menanamkan aturan unggah-ungguh bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari atau tidak.
2.      Tingkatan sonkeigo dan krama inggil sama-sama berfungsi sebagai bahasa menghormat, sedangkan tingkatan kenjoogo dan krama andhap juga sama-sama mempunyai fungsi sebagai bahasa merendah. Bedanya, dalam bahasa Jepang mengenal aturan uchi dan soto, sedangkan dalam bahasa Jawa tidak mengenal aturan hal tersebut. Dalam bahasa Jepang, jika seseorang dalam perusahaan A membicarakan orang lain yang berada dalam perusahaan B tidak memandang yang dibicarakan itu mempunyai kedudukan sederajat, lebih rendah ataupun lebih tinggi, maka bahasa yang dipakai adalah tingkatan sonkeigo. Kemudian, apabila seseorang dalam perusahaan A membicarakan orang dalam perusahaan A sendiri yang mempunyai kedudukan lebih tinggi (sebagai atasan) maka bahasa yang dipakai adalah tingkatan kenjoogo. Sebaliknya dalam bahasa Jawa, baik hendak membicarakan seseorang dalam perusahaan sendiri maupun orang lain di luar perusahaan lain jika kedudukannya lebih rendah ataupun lebih tinggi dengan orang yang dibicarakan maka menggunakan bentuk ragam krama inggil.
3.      Tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang terdiri atas empat tingkatan sedangkan undak-usuk bahasa Jawa terdiri atas tujuh/sembilan tingkatan. Tingkatan bahasa dalam Jepang terdiri atas; (1) Sonkeigo, (2) Kenjoogo, (3) Teineigo (4) Futsuugo. Sedangkan undak-usuk bahasa Jawa terdiri atas: (1) Ngoko lugu, (2) Antya basa, (3) Basa antya, (4) Wredha krama, (5) Mudha krama, (6) Kramantara, (7) Madya ngoko, (8) Madya krama, (9) Madyantara.
4.      Verba dalam bahasa Jepang mengalami konjugasi, begitu pula verba dalam bentuk tingkatan bahasanya. Sedangkan dalam bahasa Jawa, verbanya tidak mengalami perubahan, hanya saja kalau verbanya ngoko menjadi krama mengalami perubahan.

4. Simpulan
Tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dan undak-usuk bahasa Jawa muncul karena adanya stratifikasi sosial di masyarakat kedua penutur bahasa tersebut yang berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Di Jepang, terdapat kelas keluarga kaisar, bangsawan, samurai, petani, pedagang, tukang dan rakyat jelata. Begitu juga di tanah Jawa, ada kelas keluarga raja, bangsawan, saudagar, priyayi, petani, nelayan, dan wong cilik. Adanya kelas-kelas sosial pada masyarakat Jepang dan Jawa tersebut melahirkan berbagai variasi tingkatan bahasa yang saling berbeda di masing-masing kelas tersebut.
 Setelah penulis memaparkan mengenai perbandingan antara penggunaan tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dan undak-usuk bahasa Jawa, penulis dapat menarik kesimpulan mengenai perbedaan antara tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dan undak-usuk bahasa Jawa antara lain sebagai berikut:
1.      Bahasa Jepang mengenal adanya tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang sedang dalam bahasa Jawa mengenal adanya undak-usuk/tingkat tutur (speech levels).
2.      Tingkat tutur bahasa Jepang mengenal konsep uchi dalam dan soto luar, artinya orang Jepang akan memperhatikan dengan siapa berbicara, dan siapa yang dibicarakan sedang tiingkat tutur bahasa Jawa tidak mengenal konsep uchi dalam dan soto luar seperti bahasa Jepang, tapi dalam bahasa Jawa apabila membicarakan orang dalam maupun orang luar dalam perusahaan sendiri maupun perusahaan orang lain kedudukannya apabila bawahan dengan atasan atau belum akrab menggunakan bahasa menghormat.
3.      Dalam ragam futsuu bahasa Jepang digunakan dalam situasi sudah akrab, seperti: teman, rekan kerja, dan keluarga sendiri, sedangkan bentuk ngoko bahasa Jawa  yang sejajar  dengan futsuu dalam bahasa Jepang digunakan juga dalam situasi sudah akrab, seperti: teman, bedanya dalam lingkup keluarga sendiri maupun keluarga orang lain harus memakai bentuk krama.
4.      Dalam bahasa Jepang hampir semua kata futsuu bisa diubah ke dalam teinei maupun sonkeigo, tetapi dalam bahasa Jawa kata ngoko ada yang hanya memiliki padanan dalam krama saja tetapi dalam krama inggil padanannya tidak ada, ada yang memiliki padanan dalam krama dan juga krama inggil.
5.      Tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang terdiri atas empat tingkatan sedangkan undak-usuk bahasa Jawa terdiri atas tujuh/sembilan tingkatan. Tingkatan bahasa dalam Jepang terdiri atas; (1) Sonkeigo, (2) Kenjoogo, (3) Teineigo (4) Futsuugo. Sedangkan undak-usuk bahasa Jawa terdiri atas: (1) Ngoko lugu, (2) Antya basa, (3) Basa antya, (4) Wredha krama, (5) Mudha krama, (6) Kramantara, (7) Madya ngoko, (8) Madya krama, (9) Madyantara.
6.      Verba, adjektiva dan nomina dalam pembentukan tingkatan bahasa Jepang mengalami infleksi atau konjugasi, misalnya verba iu (futsuugo) berubah menjadi iimasu (teineigo) kemudian menjadi osshaimasu (sonkeigo) dan nomina uchi (futsuugo)‘rumah’ menjadi otaku (teineigo) sedangkan dalam bahasa Jawa tidak mengalami infleksi.
Daftar Pustaka
Anton M. Moeliono. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. :Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan
Candra, T. 1973. Pelajaran Bahasa Jepang I. Jakarta: Evergreen.
---------------1974. Pelajaran Bahasa Jepang II. Jakarta: Evergreen.
Djajasudarma, F. 1993. Metode Linguistik. Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Refika Aditama.
Gorys, Keraf. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.
Harjawiyana, dkk.  2009. Kamus Unggah-Ungguh Basa Jawa. Yogyakarta: Kanisius.
Hartati. 2008. Undak-Usuk Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa: Sebuah Perbandingan. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro.
James, Carl. 1996. Contrastive Analisis. Harlow Ersex: Longman Group Ltd.
Kawase, Ikuo. 1996. Nihongo Chukyuu I. Tookyoo: The Japan Foundation.
Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Kusmaryani. 2010. Buku Saku Lengkap Percakapan Sehari-hari dalam Bahasa Jepang. Jakarta: Transmedia
Ogawa, Iwao. 1998. Minna no Nihongo II. Tookyoo: 3A Corporation.
Purwadi. 2005. Belajar Bahasa Krama Inggil.  Yogyakarta: Hanan Pustaka.
------------------. 2005. Tata Basa Jawa. Yogyakarta: Media Abadi
Poejosoedarmo, Soepomo dkk. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Priyantono, dkk. 2008. Marsudi Basa lan Sastra Jawa Anyar 1. Jakarta: Erlangga
---------------- 2008. Marsudi Basa lan Sastra Jawa Anyar 3. Jakarta: Erlangga
Sudaryanto. 1981. Metode dan Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Sudjianto. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:Kesaint Blanc.
-------------- 2004. Gramatika Bahasa Jepang Modern. Jakarta: Kesaint Blanc.
Soenardji,  dkk. 1993. Kaidah Penggunaan Ragam  Krama Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Subroto, dkk. 2008. Pinter Basa Jawa 1. Jakarta: Bumi Aksara
Sudaryanto, dkk. 1991.  Proseding Kongres Bahasa Jawa III. Surakarta: Harapan Massa
Sudaryanto, dkk. 1993. Proseding Kongres Bahasa Jawa IV. Surakarta: Harapan Massa
Susylowati, Eka. 2009. Kajian Undak-Usuk Bahasa Jawa Abdhi Dalem Kraton Surakarta Hadiningrat. Semarang: Tesis. Universitas Diponegoro.
Sutedi, Dedi. 2004. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press (HUP)
Yatmana, dkk. 2001. Pelajaran Bahasa Jawa 3. Jakarta: Yudhistira
Yoshisuke, Yumiko. 1988. Gaikoku No Tame No Nihongo Reibun Mondai Shiriizu Keigo. Tookyoo: ISBN4